Sebagian besar penduduk Indonesia
masih mengandalkan pada sektor pertanian dan peternakan untuk menggerakkan roda
perekonomian. Tanpa disadari, produk-produk pertanian dan peternakan tersebut
menghasilkan hasil sampingan yang belum banyak mendapatkan perhatian, bahkan
dianggap sebagai sampah yang tidak dimanfaatkan. Pada umumnya, limbah tersebut
dimanfaatkan sebagai pupuk kandang. Padahal, dari limbah pertanian dan
peternakan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif, yaitu
dari biomassa. Sumber-sumber energi biomassa berasal dari bahan organik.
Apabila biomassa tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan energi, maka energi
tersebut disebut dengan bioenergi. Salah satu bentuk bioenergi adalah biogas.
Salah
satu upaya pemanfaatan limbah peternakan adalah dengan memanfaatkannya untuk
menghasilkan bahan bakar dengan menggunakan teknologi biogas. Teknologi biogas
memberikan peluang bagi masyarakat pedesaan yang memiliki usaha peternakan,
baik individual maupun kelompok, untuk memenuhi kebutuhan energi sehari-hari
secara mandiri.
Teknologi
biogas bukanlah teknologi baru. Teknologi ini telah banyak dimanfaatkan oleh
petani peternak di berbagai negara, diantaranya India, Cina, bahkan Denmark.
Teknologi biogas sederhana yang dikembangkan di Indonesia berfokus pada
aplikasi skala kecil/menengah yang dapat dimanfaatkan masyarakat pertanian yang
memiliki ternak sapi 2 – 20 ekor.
Penerapan
teknologi biogas pada daerah yang memiliki peternakan dapat memberikan
keuntungan ekonomis apabila dilakukan perancangan yang tepat dari segi teknis
dan operasionalnya. Perancangan teknis meliputi: desain biodigester, desain
penyaluran gas dan desain tangki penampung.
Perancangan
operasional meliputi kemampuan operator untuk memastikan perawatan fasilitas
biogas berjalan rutin dan terpenuhinya suplai bahan baku biogas setiap harinya.
Potensi
biogas di Indonesia cukup melimpah, mengingat peternakan merupakan salah satu
kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat pertanian. Hampir semua petani
memiliki ternak antara lain sapi, kambing, dan ayam. Bahkan ada yang secara
khusus mengembangkan sektor peternakan. Di antara jenis ternak tersebut, sapi
merupakan penghasil kotoran yang paling besar.
Dalam
rangka menjawab tuntutan tersebut, maka kami mencoba untuk menyusun tulisan
sederhana ini. Tulisan ini merupakan buku sederhana yang semoga dapat menjadi
pedoman dan petunjuk dalam merancang dan membangun biodigester, terutama untuk
skala rumah tangga dan komunitas (peternak dan petani serta masyarakat). Semoga
tulisan kecil yang kami ketengahkan ke hadapan anda semua dapat bermanfaat
dalam pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk kemandirian energi.
TENTANG
BIOGAS DAN BIODIGESTER
Apakah
biogas itu? Biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2)
dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian material organik seperti
kotoran hewan, kotoran manusia, tumbuhan oleh bakteri pengurai metanogen pada
sebuah biodigester. Jadi, Untuk menghasilkan biogas, dibutuhkan pembangkit
biogas yang disebut biodigester. Proses penguraian material organik terjadi
secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terbentuk pada hari ke 4 – 5 sesudah
biodigester terisi penuh, dan mencapai puncak pada hari ke 20 – 25. Biogas yang
dihasilkan oleh biodigester sebagian besar terdiri dari 50 – 70% metana (CH4),
30 – 40% karbondioksida (CO2), dan gas lainnya dalam jumlah kecil.
Ada
tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas, yaitu:
- Kelompok bakteri fermentatif: Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae
- Kelompok bakteri asetogenik: Desulfovibrio
- Kelompok bakteri metana: Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus
Bakteri
methanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air
bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur (sludge) kotoran anaerob
ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Selama
beberapa tahun, masyarakat pedesaan di seluruh dunia telah menggunakan
biodigester untuk mengubah limbah pertanian dan peternakan yang mereka miliki
menjadi bahan bakar gas. Pada umumnya, biodigester dimanfaatkan pada skala
rumah tangga. Namun tidak menutup kemungkinan untuk dimanfaatkan pada skala
yang lebih besar (komunitas). Biodigester mudah untuk dibuat dan diperasikan.
Beberapa keuntungan yang dimiliki oleh biodigester bagi rumah tangga dan
komunitas antara lain:
- Mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah, kayu, dsb) oleh rumah tangga atau komunitas
- Menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi sebagai hasil sampingan
- Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik dan mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (aliran air/sungai)
- Meningkatkan kualitas udara karena mengurangi asap dan jumlah karbodioksida akibat pembakaran bahan bakar minyak/kayu bakar
- Secara ekonomi, murah dalam instalasi serta menjadi investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang
BAGAIMANA
MEMBUAT BIODIGESTER YANG OPTIMAL
Membuat
biodigester gampang-gampang susah. Gampang, karena konstruksi biodigester yang
sangat sederhana. Susah, karena tidak semua konstruksi biodigester menghasilkan
biogas yang diinginkan. Kunci dalam pembuatan biodigester adalah pada
perencanaan yang matang.
Dalam
pembangunan biodigester, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu:
Lingkungan
abiotis – Biodigester harus tetap dijaga
dalam keadaan abiotis (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2). Udara (O2)
yang memasuki biodigester menyebabkan penurunan produksi metana, karena bakteri
berkembang pada kondisi yang tidak sepenuhnya anaerob.
Temperatur - Secara umum, ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh
bakteri, yaitu:
- Psicrophilic (suhu 4 – 20 C) -biasanya untuk negara-negara subtropics atau beriklim dingin
- Mesophilic (suhu 20 – 40 C)
- Thermophilic (suhu 40 – 60 C) – hanya untuk men-digesti material, bukan untuk menghasilkan biogas
Untuk
negara tropis seperti Indonesia, digunakan unheated digester (digester
tanpa pemanasan) untuk kondisi temperatur tanah 20 – 30 C.
Derajat
keasaman (pH) – Bakteri berkembang dengan baik
pada keadaan yang agak asam (pH antara 6,6 – 7,0) dan pH tidak boleh di bawah
6,2. Karena itu, kunci utama dalam kesuksesan operasional biodigester adalah
dengan menjaga agar temperatur konstan (tetap) dan input material sesuai.
Rasio
C/N bahan isian – Syarat ideal untuk proses digesti
adalah C/N = 25 – 30. Karena itu, untuk mendapatkan produksi biogas yang
tinggi, maka penambangan bahan yang mengandung karbon (C) seperti jerami, atau
N (misalnya: urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N = 25 – 30. Berikut
tabel yang menunjukkan kadar N dan rasio C/N dari beberapa jenis bahan organik.
Kebutuhan
Nutrisi - Bakteri fermentasi membutuhkan
beberapa bahan gizi tertentu dan sedikit logam. Kekurangan salah satu nutrisi
atau bahan logam yang dibutuhkan dapat memperkecil proses produksi metana.
Nutrisi yang diperlukan antara lain ammonia (NH3) sebagai sumber Nitrogen,
nikel (Ni), tembaga (Cu), dan besi (Fe) dalam jumlah yang sedikit. Selain itu,
fosfor dalam bentuk fosfat (PO4), magnesium (Mg) dan seng (Zn) dalam jumlah
yang sedikit juga diperlukan. Tabel berikut adalah kebutuhan nutrisi bakteri
fermentasi.
Kadar
Bahan Kering – Tiap jenis bakteri memiliki nilai
“kapasitas kebutuhan air” tersendiri. Bila kapasitasnya tepat, maka aktifitas
bakteri juga akan optimal. Proses pembentukan biogas mencapai titik optimum
apabila konsentrasi bahan kering terhadap air adalah 0,26 kg/L.
Pengadukan – Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat
yang homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses
dekomposisi untuk mencegah terjadinya benda-benda mengapung pada permukaan
cairan dan berfungsi mencampur methanogen dengan substrat. Pengadukan juga
memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester.
Zat
Racun (Toxic) – Beberapa zat racun yang dapat
mengganggu kinerja biodigester antara lain air sabun, detergen, creolin.
Barikut adalah tabel beberapa zat beracun yang mampu diterima oleh bakteri
dalam biodigester (Sddimension FAO dalam Ginting, 2006)
Pengaruh
starter – Starter yang mengandung bakteri
metana diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob. Beberapa jenis
starter antara lain:
- Starter alami, yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan, air comberan atau cairan septic tank, sludge, timbunan kotoran, dan timbunan sampah organik
- Starter semi buatan, yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif
- Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratorium dengan media buatan
JENIS
BIODIGESTER
Pemilihan
jenis biodigester disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan pembiayaan/
finansial. Dari segi konstruksi, biodigester dibedakan menjadi:
Fixed
dome – Biodigester ini memiliki volume
tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan dalam reactor
(biodigester). Karena itu, dalam konstruksi ini gas yang terbentuk akan segera
dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor.
Floating
dome – Pada tipe ini terdapat bagian
pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan
tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor ini juga menjadi tanda telah
dimulainya produksi gas dalam reaktor biogas. Pada reaktor jenis ini, pengumpul
gas berada dalam satu kesatuan dengan reaktor tersebut.
Dari
segi aliran bahan baku reaktor biogas, biodigester dibedakan menjadi:
Bak
(batch) – Pada tipe ini, bahan baku reaktor
ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal hingga selesainya proses
digesti. Umumnya digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas
dari limbah organik.
Mengalir
(continuous) – Untuk tipe ini, aliran bahan baku
masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu. Lama bahan baku selama
dalam reaktor disebut waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time/HRT).
Sementara
dari segi tata letak penempatan biodigester, dibedakan menjadi:
Seluruh
biodigester di permukaan tanah
– Biasanya berasal dari tong-tong bekas minyak tanah atau aspal. Kelemahan tipe
ini adalah volume yang kecil, sehingga tidak mencukupi untuk kebutuhan sebuah
rumah tangga (keluarga). Kelemahan lain adalah kemampuan material yang rendah
untuk menahan korosi dari biogas yang dihasilkan.
Sebagian
tangki biodigester di bawah permukaan tanah
– Biasanya biodigester ini terbuat dari campuran semen, pasir, kerikil, dan
kapur yang dibentuk seperti sumuran dan ditutup dari plat baja. Volume tangki
dapat diperbesar atau diperkecil sesuai dengan kebutuhan. Kelemahan pada sistem
ini adalah jika ditempatkan pada daerah yang memiliki suhu rendah (dingin), dingin
yang diterima oleh plat baja merambat ke dalam bahan isian, sehingga menghambat
proses produksi.
Seluruh
tangki biodigester di bawah permukaan tanah
– Model ini merupakan model yang paling popular di Indonesia, dimana seluruh
instalasi biodigester ditanam di dalam tanah dengan konstruksi yang permanen,
yang membuat suhu biodigester stabil dan mendukung perkembangan bakteri
methanogen.
KOMPONEN
BIODIGESTER
Komponen
pada biodigester sangat bervariasi, tergantung pada jenis biodigester yang
digunakan. Tetapi, secara umum biodigester terdiri dari komponen-komponen utama
sebagai berikut:
- Saluran masuk Slurry (kotoran segar) - Saluran ini digunakan untuk memasukkan slurry (campuran kotoran ternak dan air) ke dalam reaktor utama. Pencampuran ini berfungsi untuk memaksimalkan potensi biogas, memudahkan pengaliran, serta menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk.
- Saluran keluar residu – Saluran ini digunakan untuk mengeluarkan kotoran yang telah difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip kesetimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali merupakan slurry masukan yang pertama setelah waktu retensi. Slurry yang keluar sangat baik untuk pupuk karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi.
- Katup pengaman tekanan (control valve) – Katup pengaman ini digunakan sebagai pengatur tekanan gas dalam biodigester. Katup pengaman ini menggunakan prinsip pipa T. Bila tekanan gas dalam saluran gas lebih tinggi dari kolom air, maka gas akan keluar melalui pipa T, sehingga tekanan dalam biodigester akan turun.
- Sistem pengaduk – Pengadukan dilakukan dengan berbagai cara, yaitu pengadukan mekanis, sirkulasi substrat biodigester, atau sirkulasi ulang produksi biogas ke atas biodigester menggunakan pompa. Pengadukan ini bertujuan untuk mengurangi pengendapan dan meningkatkan produktifitas biodigester karena kondisi substrat yang seragam.
- Saluran gas – Saluran gas ini disarankan terbuat dari bahan polimer untuk menghindari korosi. Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran pipa bisa disambung dengan pipa baja antikarat.
- Tangki penyimpan gas – Terdapat dua jenis tangki penyimpan gas, yaitu tangki bersatu dengan unit reaktor (floating dome) dan terpisah dengan reaktor (fixed dome). Untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan yang terdapat dalam tangki seragam, serta dilengkapi H2S Removal untuk mencegah korosi.
PROSEDUR
PERANCANGAN BIODIGESTER
Urutan
perancangan fasilitas biodigester dimulai dengan perhitungan volume
biodigester, penentuan model biodigester, perancangan tangki penyimpan dan
diakhiri dengan penentuan lokasi.
A.
Perhitungan volume biodigester
Perhitungan
ini menggunakan data-data:
-
Jumlah kotoran sapi per hari yang tersedia. Untuk mendapatkan jumlah kotoran
sapi perhari, digunakan persamaan:
dimana
n adalah jumlah sapi (ekor), 28 kg/hari adalah jumlah kotoran yang dihasilkan
oleh 1 (satu) ekor sapi dalam sehari.
-
Komposisi kotoran padat dari kotoran sapi. Komposisi kotoran sapi terdiri dari
80% kandungan cair dan 20% kandungan padat. Dengan demikian, untuk menentukan
berat kering kotoran sapi adalah:
-
Perbandingan komposisi kotoran padat dan air. Bahan kering yang telah diperoleh
tadi harus ditambahkan air sebelum masuk biodigester agar bakteri dapat tumbuh
dan berkembang dengan optimum. Perbandingan komposisi antara bahan kering
dengan air adalah 1:4. Dengan demikian, jumlah air yang ditambahkan adalah:
Hasil
perhitungan di atas menunjukkan massa total larutan kotoran padat (mt)
-
Waktu penyimpanan (HRT) kotoran sapi dalam biodigester. Waktu penyimpanan
tergantung pada temperatur lingkungan dan temperatur biodigester. Dengan
kondisi tropis seperti Indonesia, asumsi waktu penyimpanan adalah 30 hari
Dari
data-data perhitungan di atas, maka diperoleh volume larutan kotoran yang
dihasilkan adalah sebesar:
dengan
ρt = massa jenis air (1000 kg/m3).
Setelah
volume larutan kotoran diketahui, maka volume biodigester dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan:
dengan
tr = waktu penyimpanan (30 hari).
B.
Penentuan Model Biodigester
Penentuan
model biodigester didasari oleh beberapa pertimbangan, yaitu:
- Jenis tanah yang akan dipakai
- Kebutuhan
- Biaya
C.
Perancangan fasilitas biodigester
D.
Penentuan lokasi fasilitas biodigester
CONTOH
RENCANA ANGGARAN BIAYA BIODIGESTER
CONTOH
MANAJEMEN OPERASIONAL BIODIGESTER
Analisis
Energi
Volume
digester yang akan dibangun adalah 2 m3, sehingga volume biogas yang dihasilkan
per harinya adalah 7,92 m3 (Note – ganti nilainya sesuai keadaan di lapangan.
Nilai ini untuk menghitung minyak tanah yang tergantikan (dalam liter)). Dari
jumlah biogas yang dihasilkan dapat diketahui jumlah minyak tanah yang dapat
terganti oleh biogas setiap harinya berdasarkan pada kesetaraan nilai kalori
biogas dengan minyak tanah. Tabel diatas adalah tabel Nilai Kalori Beberapa
Bahan Bakar (Suyati, 2006)
Dari
tabel tersebut maka jumlah minyak tanah yang terganti tiap hari adalah sebagai
berikut :
Analisis
Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui break event
point atau lama waktu pengembalian biaya investasi awal yang telah
dikeluarkan untuk membangun instalasi biogas.
-
Pemasukan per tahun
Total
produksi biogas per tahun = 365 hari x 4,3 liter x 70%
=
1.098,65 liter minyak tanah
Diasumsikan
harga biogas sama dengan harga minyak tanah per liternya yaitu Rp 2.500. Total
pemasukan per tahun = 1.098,65 liter x Rp 2.500/liter = Rp 2.746.625
-
Pengeluaran per tahun
Tabel
diatas adalah pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan untuk pengoperasian satu
unit biogas per tahun.
-
Waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi awal
Investasi
awal = Rp 4.569.000
Keuntungan
per tahun = Rp 2.746.625 – Rp 1.656.900 = Rp 1.089.725
Maka
waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan biaya investasi awal adalah = Rp
5.894.000 / Rp 1.089.725 = 5,4 tahun
PENUTUP
Ditengah
semakin melangitnya harga minyak mentah serta bahan bakar minyak, biogas dapat
menjadi alternatif pengganti bahan bakar minyak untuk keperluan sehari-hari.
Biogas merupakan salah satu energi yang dapat diperbaharui (renewable energy),
dengan ketersediaan yang melimpah dan sangat dekat dengan manusia serta mudah
pemanfaatannya. Semoga, tulisan singkat ini dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya dalam rangka kemandirian energi rakyat serta menjamin
ketersediaan energi dengan murah.
Tulisan
singkat ini tidak lepas dari segala macam keterbatasan dan kekurangan. Karena
itu, kami mohon kritik, saran, dan masukan kepada kami agar buku ini lebih
sempurna dan bermanfaat. Kritik, saran, maupun masukan dapat dialamatkan kepada
kami melalui email: kamase.care[AT]gmail.com
REFERENSI :
- Junus, M., 1987, Teknik Membuat dan Memanfaatkan Unit Gas Bio, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
- Ludwig Sasse-Borda, 1988, Biogas Plant Manual Book, A Publication of the Deutsches Zentrum ” Entwicklungstechnologien – GATE in: Deutsche Gesellschaft ” Technische Zusammenarbeit (GTZ)
- Suriawiria, U., 2005, Menuai Biogas dari Limbah
- Suyati, F., 2006, Perancangan Awal Instalasi Biogas Pada Kandang Terpencar Kelompok Ternak Tani Mukti Andhini Dukuh Butuh Prambanan Untuk Skala Rumah Tangga, Skripsi, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar